Senin, 27 September 2010

Pemimpi

Aku tidak lahir dari mimpi, tapi aku pemimpi
Aku tidak hidup untuk berhayal, tapi aku pengkhayal
Aku tidak bercinta dalam lamunan, tapi aku pelamun

Akan ku raih seluruh mimpi
Akan ku kecup semua hayalan
Akan ku rangkul setiap lamunan

Agar aku bisa menjadi diri
Agar setiap rasa dan asa tidak menjadi duri
Agar mimpi, hayal, dan lamunan menjadi bait-bait hidup yang indah.


Rinaldi A Thal,
Lhokseumawe 27 September 2010

Minggu, 26 September 2010

"Gila"

Api itu tak kunjung padam. Ia hanyalah kosong, mematung diri menatap kobaran api yg semakin lahap menyantap seisi rumahnya. Si jago merah itu tak hanya telah menghanguskan rumahnya saja, tapi juga impian masa tuanya. Kini ia adalah seorang yang kosong, yang hanya berbicara dengan sebuah guling dan handuk merah, penutup tubuh kurusnya yang telah rapuh.

("Gila" sebuah Flash Fiction by Rinaldi A Thal)

Kamis, 09 September 2010

Untuk Mak (Ibu)




Bismillahirrahmanirrahim...

Untuk yang Terindah dan Tersayang, Mak..
Yang telah melahirkan dan membesarkan aku.
Semoga Allah slalu menyayangimu, Mak.
Aku Sayang, Mak.
Aku Bangga punya Mak.
Aku Yakin Bisa Bahagiakan Mak. 
Amiin Ya Rabbal 'Alamiin..

Dengan Cinta,
(Anak Mak, Rinaldi A Thal)

Syukur Dan Doa



Syukur Alhamdulillah...
Terimakasih Ya Allah..
Karunia Terbesar dan Terindah 
Aku terlahir dalam Islam
Aku dibesarkan dalam Islam
Aku juga ingin mati dalam Islam

Syukur PadaMu Ya Allah
Meski usiaku berkurang
dan waktu hidupku yg jg berkurang
Mohon jangan kurangi Imanku padaMu ya Allah..
Mohon Tambahkan ya Allah

Aku Ingin Hidup dan Mati dalam Iman dan Islam....


(Rinaldi A Thal, 09 September 2010)

Ucapan Selamat Idul Fitri 1431 H: "Berdoa"


Sebuah Refleksi Tentang Diri

Saat Merenungi Arti Kehidupan

Saat Jiwa Mulai Menyentuh Ridha-Nya

Berdoalah Agar Semua Harapan Berwujud Nyata


Senin, 06 September 2010

ORGANISASI FORMAL

Pengertian
Organisasi formal ialah suatu organisasi yang memiliki struktur yang jelas, pembagian tugas yang jelas, serta tujuan yang ditetapkan secara jelas. Atau organisasi yang memiliki struktur (bagan yang menggambarkan hubungan-hubungan kerja, kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab antara pejabat dalam suatu organisasi). Atau organisasi yang dengan sengaja direncanakan dan strukturnya secara jelas disusun. Organisasi formal harus memiliki tujuan atau sasaran. Tujuan ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi struktur organisasi yang akan dibuat.
Struktur organisasi (desain organisasi) dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan mana organisasi dikelola. Struktur organisasi menunjukan kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsi-fungsi, bagian-bagian atau posisi-posisi, atau pun orang-orang yang menunjukan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam organisasi. Struktur ini mengandung unsur-unsur spesialis kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja.

Unsur dan Tiang Dasar Organisasi Formal
3 Unsur pokok organisasi formal :
1. Sistem kegiatan terkoordinasi
2. Kelompok orang
3. Kerjasama mencapai tujuan

Tiang dasar teori organisasi formal:
1. Pembagian kerja
2. Proses skalar (hirarki) dan fungsional (horizontal)
3. Struktur
4. Rentang kendali


Ciri-Ciri Organisasi Formal
1.      Suatu organisasi terdiri dari hubungan-hubungan yang ditetapkan antara jabatan-jabatan. Blok-blok bangunan dasar dari organisasi formal adalah jabatan-jabatan.
2.      Tujuan atau rencana organisasi terbagi kedalam tugas-tugas; tugas-tugas organisasi disalurkan  di antara berbagai jabatan sebagai kewajiban resmi
3.      Kewenangan untuk melaksanakan kewajiban diberikan kepada jabatan. Yakni, satu-satunya saat bahwa seseorang diberi kewenangan untuk melakukan tugas-tugas jabatan adalah ketika ia secara sah menduduki jabatannya.
4.      Garis-garis kewenangan dan jabatan diatur menurut suatu tatanan hierarkis. Hierarkinya mengambil bentuk umum suatu piramida, yang menunjukkan setiap pegawai bertanggung jawab kepada atasannya atas keputusan-keputusan bawahannya serta keputusan-keputusannya sendiri.
5.      Suatu sistem aturan dan regulasi yang umum tetapi tegas, yang ditetapkan secara formal, mengatur tindakan-tindakan dan fungsi-fungsi jabatan dalam organisasi.
6.      Proesedur dalam organisasi bersifat formal dan impersonal – yakni, peraturan-peraturan organisasi berlaku bagi setiap orang. Jabatan diharapkan memiliki orientasi yang impersonal dalam hubungan mereka dengan langganan dan pejabat lainnya.
7.      Suatu sikap dan prosedur untuk menerapkan suatu sistem disiplin merupakan bagian dari organisasi.
8.      Anggota organisasi harus memisahkan kehidupan pribadi dan kehidupan organisasi.
9.      Pegawai dipilih untuk bekerja dalam organisasi berdasarkan kualifikasi teknis, alih-alih koneksi politis, koneksi keluarga, atau koneksi lainnya.
10.  Meskipun pekerjaan dalam birokrasi berdasarkan kecakapan teknis, kenaikan jabatan dilakukan berdasarkan senioritas dan prestasi kerja.

Ciri-ciri suatu organisasi formal berkaitan dengan suatu fenomena yang disebut komunikasi jabatan. Hubungan dibentuk antara jabatan-jabatan, bukan antara orang-orang. Keseluruhan organisasi terdiri dari jaringan jabatan.
Ada pun faktor-faktor utama yang menentukan perancangan struktur organisasi formal adalah sebagai berikut :
1.      Strategi organisasi untuk mencapai tujuannya
Strategi menjelaskan bagaimana aliran wewenang dan saluran komunikasi dapat disusun diantara para pimpinan dan bawahan. Menurut Chandler, pengubahan strategi mengakibatkan perubahan desain organisasional. Peningkatan kompleksitas menyebabkan struktur tersentralisasi menjadi tidak efisien. Perusahaan-perusahaan harus mengubah strukturnya menjadi struktur yang desentralisasi.
2.      Lingkungan yang melingkupinya
Dalam hal ini perlu dibedakan tiga tipe lingkungan sebagai berikut :
·        Lingkungan stabil, yaitu lingkungan dengan sedikit atau tanpa perubahan yang tidak diperkirakan atau secara tiba-tiba.
·        Lingkungan berubah (changing environment), yaitu lingkungan di mana inovasi (perubahan) mungkin terjadi dalam setiap atau seluruh bidang.
·        Lingkungan bergejolak (turbulent environment), yaitu lingkungan di mana sering terjadi perubahan secara drastis.
3.      Teknologi yang digunakan
Perbedaan teknologi yang digunakan untuk memproduksi barang- barang atau jasa akan membedakan struktur organisasi. Semakin kompleks teknologi, semakin besar jumlah manajer dan tingkatan manajemen. Perusahaan yang ingin sukses harus memiliki struktur yang sesuai dengan tingkat teknologinya.
4. Ukuran organisasi.
Besarnya organisasi secara keseluruhan maupun satuan kerjanya yang sangat mempengaruhi struktur organisasi.Semakin besar ukuran organisasi, struktur organisasi akan semakin kompleks dan harus dipilih struktur yang tepat.
5.      Anggota (pegawai/karyawan) dan orang-orang yang terlibat dalam organisasi
Kemampuan dan cara berpikir para anggota, serta kebutuhan mereka untuk bekerja sama harus diperhatikan dalam merancang struktur organisasi. Kebutuhan manajer dalam pembuatan keputusan juga akan mempengaruhi saluran komunikasi, wewenang dan hubungan diantara satuan kerja pada rancangan struktur organisasi. Para manajer organisasi, terutama para manajer puncak, akan mempengaruhi pemilihan strategi, dan pemilihan strategi ini akan mempengaruhi tipe struktur yang digunakan dalam organisasi.

Model- model struktur organisasi Formal :
1.      Model tradisional
·        Dirancang terutama untuk lingkungan yang stabil dan pengubahan yang terjadi di dalamnya dapat diperkirakan.
·        Cenderung tidak efisien dalam lingkungan yang sangat bergejolak.
Pada model ini terdapat beberapa tingkatan yaitu :
·        Manajemen Puncak, pelaksananya adalah Direktur Pelaksana dan Manajer Umum.
·        Manajemen Menengah, pelaksananya adalah Manajer Departemen Fungsional/ Divisi dan Kepala Bagian.
·        Manajemen Lini pertama, pelaksananya adalah penyelia/ Supervisor/ Mandor/ Kepala Tukang dan Pengawas Tingkat pertama.
·        Karyawan Operasional.
2.      Model hubungan manusiawi
Dalam model ini juga diterima konsep speialisasi, rutinitas, dan pemisahan perencanaan dari pelaksanaan sebagai ciri utama organisasi yang efektif. Model ini secara eksplisit mengakui bahwa orang tidaklah selalu bertindak persis segaris dengan posisi menurut struktur formalnya. Hal ini mengandung perhatian manajemen akan adanya ”struktur informal” yang ada di seluruh elemen-elemen organisasi.
Model hubungan manusiawi lebih mengusulkan bermacam-macam penyesuaian, teknik-teknik, dan perilaku-perilaku struktur offline:
·        Kepemimpinannya dapat mengurangi friksi- friksi di antara orang-orang dan jabatan – jabatan mereka dalam organisasi, serta menghubungkan kerja sama yang baik antar para anggota organisasi.
·        Menyarankan manajer memanfaatkan organisasi informal dalam departemennya.
·        Ditunjukkan sejumlah teknik atau program yang biasanya di bawah yurisdiksi kewenangan departemen personalia.
3.      Model sumber daya manusia
Implikasi model sumber daya manusia pada struktur organisasi, walaupun abstrak adalah jelas. Model ini berpendapat bahwa pada hakekatnya manusia mempunyai kemampuan untuk mempelajari pengarahan dan pengendalian diri lebih kreatif dari pada pekerjaannya sekarang, dan bahwa tugas manajer adalah menciptakan suatu lingkungan di mana mereka dapat meningkatkan sumbangan kapasitasnya pada organisasi.
Konsep model sumber daya manusia mencoba memaksimumkan fleksibilitas baik di dalam maupun di antara posisi – posisi yang berinteraksi. Hal tersebut mengharuskan anggota – anggota organisasi mempunyai hal – hal sebagai berikut :
·        Suatu tujuan tingkat operasional yang telah disetujui bersama
·        Jalur untuk memperoleh sumber informasi vertikal dan horisontal yang relevan
·        Kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap informasi dengan keputusan dan perilaku yang mengarahkan pencapaian tujuan dengan efisien.
Adapun mengenai tujuan organisasi model sumber daya manusia ditetapkan bersama oleh manajer dan bawahannya, sehingga tujuan bersama tersebut jelas merubah hubungan atasan dan bawahan yang diatur oleh model tradisional dan hubungan manusiawi.
Unsur – unsur struktur organisasi terdiri dari :
1.      Spesialisasi kegiatan
2.      Standarisasi kegiatan
3.      Koordinasi kegiatan
4.      Sentralisasi dan desentralisasi pembuatan keputusan
5.      Ukuran satuan kerja
Dimensi- dimensi dasar struktur organisasi formal :
1.      Pembagian kerja
·        Relatif dapat menurunkan keterlibatan kerja, maupun kerja karyawan
·        Menimbulkan kebosanan karena pekerjaan menjadi monoton
·        Mengakibatkan tingkat komitmen karyawan lebih rendah dan kehilangan motivasi.
·        Dapat mempengaruhi tingkat prestasi organisasi. 
2.      Wewenang
Hak melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan sesuatu.
3.      Kekuasaan
Kemampuan untuk melakukan hak yang terjadi dalam wewenang
4.      Tanggung jawab
Kewajiban untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah kewajiban seseorang untuk melaksanakan tugas atau fungsi organisasi atau kewajiban seorang bawahan yang diberi tugas atasannya untuk melakukan sesuatu yang diinginkan atasan tersebut. 
5.      Rentang kendali
Berapa orang jumlah bawahan yang dapat dikendalikan secara efektif oleh seorang manajer.
6.      Struktur tall
·        Mempunyai rentang kendali sedikit / sempit
·        Hanya sedikit jumlah karyawan yang berada di bawah kendali seorang atasan sehingga memungkinkan pengawasan dan disiplin yang ketat.
·        Diterapkan dalam struktur klasik
7.      Struktur flat
Mempunyai rentang kendali melebar / banyak dalam hal rentang kendali dan tingkatan manajemen.
8.      Hubungan lini dan staff
9.      Komunikasi dalam organisasi   
10.  Sentralisasi dan desentralisasi
Sentralisasi wewenang terjadi bila wewenang dipegang atau dipusatkan pada seseorang atau beberapa orang. Desentralisasi wewenang terjadi bila wewenang didelegasikan atau dilimpahkan meluas dalam suatu organisasi.
11.  Rantai wewenang scalar
Berhubungan dengan jumlah tingkatan dalam suatu organisasi dan secara otomatis ada kapan saja seorang individu dijadikan bawahan pada seorang atasan. Untuk membedakan tingkatan wewenang dalam organisasi adalah semakin tinggi tingkatan semakin besar wewenang.
12.  Kesatuan perintah
Bertujuan untuk memudahkan koordinasi.

MAKALAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PARTISIPATIF DAN PERENCANAAN DAERAH ACEH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang

Pembangunan yang baik akan terselenggara apabila diawali dengan perencanaan yang baik pula, sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku pembangunan serta memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu, maka proses perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, diantaranya melalui konsultasi public atau musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Musrenbang merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk menghasilkan kesepakatan perencanaan pembangunan di daerah yang bersangkutan sesuai tingkatan wilayahnya. Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan, diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan musyawarah dan kegiatan pasca musrenbang.
Musrenbang merupakan wahana utama konsultasi publik yang digunakan pemerintah dalam penyusunan rencana pembangunan nasional dan daerah di Indonesia. Musrenbang tahunan merupakan forum konsultasi para pemangku kepentingan untuk perencanaan pembangunan tahunan, yang dilakukan secara berjenjang melalui mekanisme “bottom-up planning”, dimulai dari musrenbang desa/kelurahan, musrenbang kecamatan, forum SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dan musrenbang kabupaten/kota, dan untuk jenjang berikutnya hasil musrenbang kabupaten/ kota juga digunakan sebagai masukan untuk musrenbang provinsi, Rakorpus (Rapat Koordinasi Pusat) dan musrenbang nasional.
Proses musrenbang pada dasarnya mendata aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang dirumuskan melalui pembahasan di tingkat desa/kelurahan, dilanjutkan di tingkat kecamatan, dikumpulkan berdasarkan urusan wajib dan pilihan pemerintahan daerah, dan selanjutnya diolah dan dilakukan prioritisasi program/kegiatan di tingkat kabupaten/kota oleh Bappeda bersama para pemangku kepentingan disesuaikan dengan kemampuan pendanaan dan kewenangan daerah.
Pada tingkat desa/kelurahan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu prioritas wilayah desa/kelurahan, program dan kegiatan yang dapat dibiayai dari Alokasi Dana Desa (ADD), diusulkan ke APBD, maupun yang akan dilaksanakan melalui swadaya masyarakat dan APBDesa, serta menetapkan wakil/delegasi yang akan mengikuti musrenbang kecamatan.
Pada tingkat kecamatan, fungsi musrenbang adalah menyepakati isu dan permasalahan skala kecamatan, prioritas program dan kegiatan desa/kelurahan, menyepakati program dan kegiatan lintas desa/kelurahan di wilayah kecamatan yang bersangkutan, sebagai masukan bagi Forum SKPD dan bahan pertimbangan kecamatan, sesuai dengan tugas dan kewenangannya dalam menyusun Rencana Kerja Kecamatan.
Musrenbang kecamatan juga menetapkan delegasi kecamatan yang akan mengikuti Forum SKPD dan Musrenbang Kabupaten/Kota. Musrenbang kecamatan, selain menjaring kebutuhan nyata masyarakat desa/ kelurahan, juga berfungsi untuk memaduserasikan dengan kebijakan pembangunan pemerintah kabupaten/kota, sekaligus mengidentifikasi program-program/kegiatan yang bersumber dari dana non APBD atau program-program nasional yang langsung ke masyarakat, seperti PNPM. Untuk menjamin agar usulan dari masyarakat ini disampaikan ke tingkat kabupaten/kota, maka para wakil/delegasi dari tingkat desa/kelurahan, para wakil dari organisasi lembaga kemasyarakatan, terutama kelompok wanita dan kelompok marginal, perwakilan SKPD, juga termasuk anggota DPRD dari daerah asal pemilihan yang berkenaan diwajibkan untuk menghadiri musrenbang kecamatan.

1.2.    Tujuan
           
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas makalah kelompok mata kuliah Perencanaan Pembangunan yang dibimbing oleh Ibu Ti Aisyah, S.Sos., MSP.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif

Pemberlakuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam otonomi sudah sangat lama, yaitu sejak tahun 2001 (menggunakan UU No.22/ 1999 tentang Pemerintah Daerah) dan pada tahun 2004 (menggunakan UU No.32/ 2004 sebagai revisi Undang-undang sebelumnya) sampai sekarang. Dalam dua Undang-undang tentang Pemerintah Daerah tersebut telah diberlakukan sistem desentralisasi sebagai antitesa terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lalu yaitu sistem kebijakan sentralistik. Dengan adanya perubahan sistem kebijakan ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan besar untuk merencanakan/ merumuskan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Di dalam sistem desentralistik dan otonomi, melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro aktif mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanggung jawab ini merupakan konsekwensi logis dari salah satu tujuan diberlakukannya otonomi daerah, yakni menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh karena itu kebijakan penanggulangan kemiskinan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.
Adanya kandungan aspek lokalitas yang tinggi dalam perumusan kebijakan publik juga menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk bersikap transparan dan akuntabel sebagai upaya untuk menciptakan good governance, sebab sekarang ini pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat semata, namun memiliki kewenangan untuk merancang program pembangunan daerahnya sendiri dengan disesuaikan atas aspirasi dan kebutuhan rakyat di daerah. Hal ini ditunjang dengan adanya beberapa faktor yang mempermudah pelaksanaan otonomi daerah agar dapat berjalan secara kondusif terhadap kebijakan pembangunan.
  1. DAU (Dana Alokasi Umum). Diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk block grant (pemberian hibah), sehingga pemerintah daerah mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi dalam menggunakan alokasi dana tersebut sesuai dengan kepentingan dan prioritas daerah. Dengan kata lain, pemerintah dapat bertindak lebih tanggap dan pro aktif dalam penanggulangan kemiskinan tanpa menunggu instruksi pemerintah di atasnya (propinsi ataupun pusat).
  2. Ijin penanaman modal dan kegiatan dunia usaha umumnya kini dapat diselesaikan di tingkat daerah. Sehingga pengurusannya lebih mudah dan biaya lebih murah.
  3. Daerah yang kaya sumber daya alam memperoleh penerimaan alokasi dana yang besar. Dengan dana tersebut daerah yang bersangkutan relatif lebih mudah untuk menentukan prioritas langkah-langkah pembangunan dengan berdasar pada partisipasi masyarakat.

2.2.   Proses Penyusunan Kebijakan Program Pembangunan.
Bahwa untuk menjalankan aktifitas pembangunan, pemerintah daerah harus merumuskan rencana-rencana kebijakan, baik yang terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan satuan-satuan kerja (SATKER) dinas harus disesuaikan dengan aspirasi masyarakat yang polanya sudah berubah menjadi bottom up dan bukan lagi top down. Memang harus diakui bahwa dalam pelaksanaan rencana program pembangunan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode teknokratik dan demokrasi partisipatif. Pertama, perencanaan pembangunan secara teknokratik dilakukan secara sepihak oleh para  teknokrat yang duduk di struktur pemerintahan daerah. Mereka akan melaksanakan penyusunan rencana pembangunan menurut buah pikiran dan ilmu pembangunan. Kelemahannya adalah perencanaan secara teknokratif ini tidak melibatkan warga masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan yang dihasilkan biasanya justru tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, karena seringkali jauh dari harapan dan kebutuhan masyarakat. Pada sisi ini masyarakat hanya dibiarkan sebagai penonton/ objek saja, tanpa mempunyai hak apapun.
Kedua, perencanaan pembangunan secara demokratis partisipatif adalah metode perencaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan. Artinya masyarakat diberikan peluang menggunakan hak-hak politiknya untuk memberikan masukan dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Metode yang kedua ini diharapkan dapat memberikan hasil-hasil perencanaan pembangunan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan ataupun sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat, karena memang warga masyarakat langsung menyampaikan aspirasi kebutuhannya. Metode ini berkarakteristik bottom up, bagaimana penjelasannya ?
Proses penyusunan kebijakan program pembangunan yang mempunyai karakter bottom up adalah sebagai berikut :
1.      MUSBANGDES (Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa).
Perencanaan pembangunan dimulai dari tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, ataupun sesuai dengan kebijakan dari kabupaten, namun seringkali dalam prakteknya hanya menjadi semacam lips servis belaka, karena kegunaan dari musbangdes ini masih perlu dipertanyakan.
Mestinya sebelum dilakukan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW mengajak berembuk dengan warga mengenai kebutuhan apa saja yang harus diajukan sebagai usulan kepada pemerintah desa, lalu dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat desa tersebut.
Biasanya masyarakat mempunyai pandangan yang salah bahwa pembangunan yang dilakukan di tempatnya seringkali “dikatakan sebagai bantuan”, padahal memang pembangunan tersebut telah menjadi hak warga masyarakat untuk mendapatkannya, dan sekali lagi bukan “bantuan pembangunan” sebagaimana yang seringkali digulirkan oleh para elit politik, baik dari lingkungan partai ataupun pemerintah. Mana ada partai politik yang memberikan bantuan pembangunan, sedangkan mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum bisa mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melalui APBD maupun APBN. 
2.      MUSBANGCAM (Musyawarah Pembangunan Kecamatan) atau istilah lainnya MUSRENBANGCAM (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan).
Merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan musyawarah pembangunan di tingkat desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai masukan dari seluruh kawasan desa dalam satu kecamatan, kemudian yang menghadiri biasanya adalah mereka perwakilan dari desa.
Karena sudah banyak masukan dari seluruh desa, maka mestinya pada tingkatan ini sudah harus dipikirkan mengenai pembuatan “skala prioritas” pembangunan yang akan diajukan. Penentuan skala prioritas ini harus ditentukan secara bersama-sama antara pemerintah kecamatan dengan perwakilan-perwakilan desa,  dan tidak hanya dari pemerintah kecamatan saja. Kalau hal ini yang terjadi maka akan terjadi sebuah situasi yang tidak fair, atau tidak adil.  
3.      MUSBANGKAB (Musyawarah Pembangunan Kabupaten) atau istilah lainnya MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).
Musyawarah ini dilakukan di tingkat Kabupaten yang dihadiri oleh para perwakilan dari kecamatan-kecamatan untuk kemudian melakukan sinkronisasi rencana-rencana pembangunan yang telah disusun dengan rencana-rencana yang telah dibikin oleh Dinas-dinas. Nah pada level ini biasanya akan terjadi tarik ulur kepentingan antara masukan aspirasi dari masyarakat dan dinas-dinas. Oleh karena memang, harus dicari format skala prioritas pembangunan masyarakat melalui pola perankingan, sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama, dan tidak hanya pada coret-mencoret yang dilakukan oleh para kepala dinas semata. Penentuan skala prioritas ini tidak boleh dilakukan secara sepihak karena hasil dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya akan menjadi Rencana Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD). Draft APBD ini kemudian diajukan oleh pemerintah kabupaten untuk dimusyawarahkan dengan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

2.3.   Peran Strategis Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan
Dengan semangat reformasi dalam kerangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (baca; good governance) dan berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat, maka masyarakat diharuskan untuk melakukan tindakan-tindakan aktif (peran partisipatif) guna mengawal seluruh rangkaian proses penyusunan perencanaan pembangunan yang dilakukan, baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten. Apa sebab? masyarakat sekarang ini sudah bukan lagi berposisi sebagai obyek pembangunan semata, tetapi juga menjadi subyek pembangunan.

2.4.   Pendekatan Proses Partisipatif Dalam Proses Penyusunan Rencana Pembangunan Daerah Aceh
Peraturan dan perundangan di era desentralisasi memperlihatkan komitmen politik pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme, prosedur dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik, demokratis, dan pembangunan daerah berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat seperti diamanatkan dalam peraturan dan perundangan --sekedar menyebutkan sebagian-- seluruhnya mengamanatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan daerah. UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan harus melalui pelibatan penyelenggara negara dan masyarakat. Dengan demikian, ruang partisipasi seluruh pelaku pembangunan dijamin dan terbuka luas. Ada tiga asas penting yang membuka partisipasi masyarakat dalam undang-undang tersebut yaitu: (1) Asas “kepentingan umum” yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; (2) Asas“keterbukaan” yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara; (3) Asas“akuntabilitas” yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, partisipasi masyarakat penting dalam sistem pemerintahan daerah. Partisipasi masyarakat berguna untuk: (1) Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat; (2) Menciptakan rasa memiliki pemerintahan; (3) Menjamin keterbukaan, akuntabilitas dan kepentingan umum; (4) Mendapatkan aspirasi masyarakat dan; (5) Sebagai wahana untuk agregasi kepentingan dan mobilisasi dana.
Di samping itu, dalam UU No. 11/2006 tentang Pemerintah Aceh, Pasal 141 ayat 3 disebutkan bahwa “masyarakat berhak terlibat untuk memberikan masukan secara lisan maupun tertulis tentang penyusunan perencanaan pembangunan Aceh dan kabupaten/kota melalui penjaringan aspirasi dari bawah”.
Dalam peraturan dan perundangan baru, penyusunan rencana dikehendaki memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan top down process.  Ini bermakna bahwa perencanaan daerah selain diharapkan memenuhi kaidah penyusunan rencana yang sistematis, terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten dengan rencana lainnya yang relevan; juga kepemilikan rencana (sense of ownership) menjadi aspek yang perlu diperhatikan. Keterlibatan masyarakat dan para stakeholder serta pihak legislatif dalam proses pengambilan keputusan perencanaan menjadi sangat penting untuk memastikan rencana yang disusun mendapatkan dukungan optimal bagi implementasinya.
RPJMD(K) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah merupakan satu dokumen rencana resmi daerah yang dipersyaratkan bagi mengarahkan pembangunan daerah dalam jangka waktu 5 (lima) tahun ke depan masa pimpinan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Terpilih. Sebagai suatu dokumen rencana yang penting sudah sepatutnya Pemerintah Daerah, DPRD, dan masyarakat memberikan perhatian penting pada kualitas proses penyusunan dokumen RPJMD(K), dan tentunya partisipasi masyarakat menjadi mutlak dalam proses pemantauan, evaluasi, dan review berkala atas implementasinya.
Karena dokumen RPJMD(K) sangat terkait dengan visi dan misi Kepala Daerah Terpilih, maka kualitas penyusunan RPJMD(K) akan mencerminkan sejauh mana kredibilitas Kepala Daerah Terpilih dalam memandu, mengarahkan, dan memprogramkan perjalanan kepemimpinannya dan pembangunan daerahnya dalam masa 5 (lima) tahun ke depan dan mempertanggungjawabkan hasilnya kepada masyarakat pada akhir masa kepemimpinannya.
Untuk mendapatkan dukungan yang optimal bagi implementasinya, proses penyusunan dokumen RPJMD(K) perlu membangun komitmen dan kesepakatan dari semua stakeholder untuk mencapai tujuan RPJMD(K) melalui proses yang transparan, demokratis, dan akuntabel dengan memadukan pendekatan teknokratis, demokratis, partisipatif, dan politis.

BAB III
PENUTUP

3.1.     Kesimpulan

Perencanaan adalah proses pemilihan alternatif menentukan tindakan setelah melihat pelbagai opsi dalam mencapai tujuan. Baik jangka pendek, jangka menengah ataupun jangka panjang (Conyers and Hills, 1986:27). Ruang lingkupnya dapat bersifat nasional, regional, atau sektoral; dapat juga bersifat makro/menyeluruh. Hasil dari rencana adalah kebijakan. Misal, kebijakan menyangkut pembangunan daerah atau kegiatan fisik, misalnya membangun proyek jalan raya, dan sebagainya.
Perencanaan idealnya harus melibatkan publik. Fakta di negara kita, perencanaan pembangunan belum melibatkan publik, dan masih bersifat top down planning. Paradigma community driven yaitu penciptaan iklim untuk memberi penguatan peran masyarakat untuk ikut dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, ikut menggerakkan atau mensosialisasikan dan melakukan kontrol publik, belum signifikan. Tanpa melibatkan masyarakat, pemerintah tidak akan dapat mencapai hasil secara optimal. Pembangunan hanya akan melahirkan produk-produk baru tak sesuai kebutuhan masyaratnya.
Pembangunan juga membutuhkan strategi yang tepat agar dapat lebih efisien dari segi pembiayaan dan efektif dari segi hasil. Strategi ini penting untuk menentukan peran masing-masing (pemerintah dan masyarakat). Dalam UU nomor 22/1999, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat, sehingga dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan masyarakat itu.


Daftar Hari Besar

Berikut ini adalah daftar hari besar di Indonesia:

Januari
01 Januari – Tahun Baru Masehi
01 Januari – Hari Perdamaian Dunia
05 Januari – HUT Korps Wanita Angkatan Laut
10 Januari – Hari Tritura
10 Januari – Hari Lingkungan Hidup Indonesia
15 Januari – Hari Peristiwa Laut atau Samudera
25 Januari – Hari Gizi
25 Januari – Hari Kusta Internasional

Februari
02 Februari – Hari Lahan Basah Sedunia (konvensi Ramsar)
09 Februari – Hari Pers Nasional
13 Februari – Hari Farmasi

Maret
01 Maret – Hari Kehakiman Indonesia
06 Maret – Hari Kostrad
06 Maret – Hari Konvensi CITES (perdagangan satwa liar)
08 Maret – Hari Wanita Internasional
09 Maret - Hari Wanita Indonesia
10 Maret - Hut PARFI
11 Maret - Hari Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)
18 Maret - Hari Arsitektur Indonesia
20 Maret - Hari Kehutanan Dunia
22 Maret - Hari Air Internasional
23 Maret - Hari Metereologi Sedunia
24 Maret - Hari Peringatan Bandung Lautan Api
30 Maret - Hari Film Indonesia

April
01 April – HUT Bank Dunia
06 April – Hari Nelayan
Indonesia
07 April – Hari Kesehatan
Indonesia
09 April – Hari Penerbangan Nasional
19 April – Hari HANSIP
21 April – Hari Kartini
22 April – Hari Bumi / Earth Day / KTT Bumi
24 April – Hari Angkutan Nasional
27 April – Hari Lembaga Pemasyarakatan
Indonesia

Mei
01 Mei – Hari Buruh Internasional
01 Mei – Hari Peringatan Pernbebasan Irian Barat
02 Mei – Hari Pendidikan Nasional
03 Mei – Hari Surya
05 Mei – Hari Lembaga Sosial Desa
08 Mei – Hari Palang Merah Internasional
11 Mei – Hari POM TNI
17 Mei – Hari Buku Nasional
20 Mei – Hari Kebangkitan Nasional

Juni
01 Juni – Hari Lahirnya Pancasila
03 Juni – Hari Pasar & Modal Indonesia
05 Juni – Hari Lingkungan Hidup Sedunia
21 Juni – Hari Krida Pertanian
22 Juni – HUT Kota Jakarta
23 Juni – Hari Konvensi Bonn
24 Juni – Hari Bidan Indonesia
29 Juni – Hari keluarga Nasional

Juli
01 Juli – Hari Bhayangkara
01 Juli – Hari Anak-anak Indonesia
05 Juli – Hari Bank Indonesia
09 Juli – Hari Peluncuran Satelit Palapa
12 Juli – Hari Koperasi Indonesia
22 Juli – Hari Kejaksaan
23 Juli – Hari Anak Nasional

Agustus
08 Agustus – Hari ASEAN
10 Agustus – Hari Veteran Nasional
14 Agustus – Hari Pramuka
17 Agustus – Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
18 Agustus – Hari Konstitusi Indonesia
19 Agustus – Hari Departemen Luar Negeri
21 Agustus – Hari Maritim Nasional
24 Agustus – HUT TVRI

September
01 September – Hari POLWAN
04 September – Hari Pelanggan Nasional (mulai 2003)
08 September – Hari Aksara
08 September – Hari Pamong Praja
09 September – Hari Olahraga Nasional
11 September – Hari Radio Republik Indonesia
17 September – Hari Perhubungan Nasional
24 September – Hari Agraria Nasional / Hari Tani
27 September – Hari ParPostel
28 September – Hari Kereta Api
29 September – Hari Sarjana
30 September – Hari Pemberontakan PKI

Oktober
01 Oktober - Hari Kesaktian Pancasila
05 Oktober – HUT Tentara Nasional Indonesia
09 Oktober – Hari Surat Menyurat Internasional
14 Oktober – Hari Pangan Sedunia
15 Oktober – Hari Hak Asasi Binatang
16 Oktober – Hari Parlemen RI
24 Oktober - HUT PBB
24 Oktober - Hari Dokter Indonesia
27 Oktober - Hari Penerbangan Nasional
28 Oktober - Hari Sumpah Pemuda
30 Oktober - Hari Keuangan

November
03 November – Hari Kerohanian
10 November – Hari Pahlawan
12 November – Hari Kesehatan Nasional
14 November – Hari BRIMOB
16 November – Hari Konferensi Warisan Dunia
21 November – Hari Pohon
25 November – Hari Guru / HUT PGRI

Desember
01 Desember – Hari AIDS sedunia
02 Desember – Hari Konvensi Ikan Paus
03 Desember – Hari Penderita Cacat
04 Desember – Hari Artileri
09 Desember – Hari Armada RI
10 Desember – Hari HAM
12 Desember – Hari Transmigrasi
15 Desember – Hari Infantri
15 Desember – Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
19 Desember – HUT Tentara Nasional Indonesia
20 Desember – Hari Sosial
22 Desember – Hari Ibu
22 Desember – Hari Sosial
22 Desember – Hari Korps Wanita Angkatan Darat
25 Desember – Hari Natal
29 Desember – Hari Keanekaragaman Hayati